Sabtu, 11 Juli 2020

Hasil Evaluasi Database Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19

Hasil evaluasi berdasarkan data penelitian yang lolos (dalam format Excel) dan database yang kami miliki :
  1. Ada penelitian yang lolos (di excel), tapi di database tidak ada datanya
  2. Ada penelitian yang lolos (di excel), tapi di database datanya ganda dan ada juga yang nominal biaya penelitian yang berbeda.
  3. Ada penelitian yang lolos (di excel), tetapi di database hanya terisi instansinya saja, tanpa penelitinya
  4. Kode penelitian/proposal belum dimasukkan ke dalam database oleh PMO
  5. Penelitian/proposal yang tidak ada dalam database (baik yang lulus maupun tidak lulus), sebaiknya dimasukkan juga ke dalam database beserta kelengkapan dokumennya untuk memudahkan pelacakan di kemudian hari (track record)
  6. Penelitian yang double entry (2x input) melalui registrasi online hendaknya dipilih/ditentukan salah satu penelitian yang valid sesuai ketentuan, dan yang lainnya dihapus dari database

WGS = whole genome sequence
GISAID = Global Initiative on Sharing Avian Influenza Database

Kilas balik virus penyebab flu :
1997 : H5N1 (flu burung)
1999 : H9N2 (flu burung)
2003 : SARS (flu burung)
2009 : H1N1 pandemic disebut juga flu babi
2012 : MERS-CoV
2013 : H7N9 epidemic disebut juga flu burung
2019 : SARS-CoV-2 atau COVID-19 pandemic

SARS : severe acute respiratory syndrome
MERS : Middle East Respiratory Syndrome

In January 2007, Indonesia stopped sharing all H5N1 clinical samples with WHO. On 2007-03-28, Siti Fadilah Supari, Indonesia's Minister of Health, announced the Indonesian government supports the formation of the Global Initiative on Sharing Avian Influenza Database (GISAID) following a high-level WHO meeting in Jakarta on Responsible Practices for Sharing Avian Influenza Viruses. On 2007-04-16, the Indonesian Academy of Sciences reaffirmed its endorsement of GISAID stating it shares the same ideals regarding free exchange and responsible sharing of information of avian influenza and emerging infectious diseases.

Dari sisi militer, tampaknya virus ini cocok untuk senjata biologi. Masa inkubasinya pun bisa 2 minggu, sehingga sulit mendeteksi sumber awalnya. Karena dalam 2 minggu, si penyebar sudah dapat menjauh dari target.

Tidak seperti senjata nuklir yang mampu dideteksi dengan detektor radioaktif  seperti Geiger Muller. Virus corona sampai saat ini belum ada detektornya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda